Fresta Maulida (17) siswi kelas XI SMK (Sekolah menengah
Kejuruan) Pembangunan yang berada di Jl Pajajaran No 63, Bogor, Jawa barat,
diperbolehkan kembali masuk ke sekolah. Sebelumnya, Fresta bersama dengan tujuh
orang rekannya di DO (drop out) pihak sekolah setelah menulis status jejaring
sosial Facebook berbunyi “Sekolah saya korupsi looh!”.
“Mulai hari Senin, kemungkinan saya sudah bisa masuk sekolah
lagi. Dalam pertemuan kemarin, Kepala sekolah berjanji mencabut surat
pengeluaran saya dari sekolah,” kata Fresta, ketika dihubungi SP, Jumat (4/3)
pagi.
Delapan siswi SMK (Sekolah menengah Kejuruan) Pembangunan
dikeluarkan pihak sekolah. Mereka masing-masing, yakni Firda (17), Amelia (17),
Pipih (18), Agustianingsih (18), Rinawati (18), Salamah (18), dan Munengsih
(18). Romlah Suharti (40), orang tua Fresta sempat memohon agar sekolah tidak
mengeluarkan anaknya.
Namun pada Senin (14/2), pihak sekolah tetap mengeluarkan
anak tersebut dari sekolah. Ketika dikonfirmasi, Romlah menjelaskan, setelah
anaknya dikeluarkan secara sepihak oleh pihak sekolah, dirinya berniat
memindahkan sekolah Freska. Tetapi karena terbentur masalah biaya, Romlah
berusaha memohon agar Fresta tidak dikeluarkan.
“Kami lihat dulu perkembangannya seperti apa. Kalau nanti
setelah masuk lagi anak saya diperlakukan tidak adil, saya akan pindahkan.
Sebenarnya kami juga ingin langsung memindahkan Fresta, tetapi biayanya belum
ada karena kakaknya baru bayar kuliah,” ujarnya.
Fresta langsung dikeluarkan setelah pihak sekolah menyadari
dan mengetahui status FB siswi tersebut. Setelah diposting, dua hari kemudian,
Fresta didatangi wali kelas. Wali kelas mengundang orangtua Fresta untuk datang
ke sekolah. @RMuzay
Keesokan harinya, pada Jumat (11/2), Romlah datang bersama
Fresta. Tidak beberapa lama kemudian, Romlah Suharti disodori selembar kertas
kosong bermeterai.
Manajemen sekolah meminta Fresta membuat surat pengunduran
diri. Sekolah beralasan, ada perilaku Fresta menyalahi didisiplin. Fresta
menulis status karena siang hari sebelumnya, air di toilet sekolahnya mati.
Kebetulan, orang PDAM datang ke sekolah dan menagih
tunggakan selama tiga bulan. Merasa diperlakukan tidak adil, orangtua
melaporkan kasus ini ke DPRD Bogor.
DPRD kemudian berupaya memfasilitasi pihak sekolah dengan
orang tua. Pihak SMK Pembangunan sendiri, ketika dikonfirmasi melalui kepala
sekolah, Fahru Rozi, menolak memberikan penjelasan dan menutup sambungan
telepon.
sumber artikel dari http://bloggers-id.blogspot.com/2013/03/siswi-smk-di-do-gara-gara-nulis-status.html
No comments:
Post a Comment