Nah, agar tak salah langkah, Mom&Kiddie mengumpulkan beberapa pertanyaan yang paling sering ditanyakan para Moms dan dijawab langsung oleh dr Huda Hilman, SpA dari Rumah Sakit Hasanah Graha Afiah, Depok. Simak, yuk!
Apa yang diperhatikan dokter saat memberikan obat pada bayi?
Saat meresepkan obat untuk bayi, dokter akan melihat:
1. Diagnosa penyakit berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium (jika diperlukan).
2. Usia bayi. Semakin kecil usia bayi semakin banyak obat yang belum boleh diberikan.
3. Berat badan bayi. Dosis obat diberikan berdasarkan berat bayi sehingga penimbangan berat badan sangat penting.
Jika obat si kecil tersisa, bolehkah diberikan kembali bila suatu waktu ia mengalami penyakit yang sama?
Bergantung jenis obatnya, jika:
1. Antibiotik. Tidak boleh! Apapun bentuknya baik itu sirup atau puyer. Antibiotik harus dihabiskan atau sesuai instruksi dokter.
2. Racikan. Baik sirup maupun puyer sebaiknya tidak diberikan, dikhawatirkan terdapat jenis obat yang tidak bisa dikonsumsi kembali.
3. Obat sirup. Boleh diberikan, misalnya obat penurun panas, batuk, pilek, dan lain-lain.
4. Puyer, seperti obat kejang atau obat emergency lainnya, bisa diberikan asalkan kondisi obat tidak berubah, baik warna atau tekstur (menggumpal/tidak). Serta, berat badan atau usia bayi tidak jauh berbeda saat obat tersebut diberikan.
Obat sirup dapat tahan berapa lama setelah kemasannya dibuka?
Sebenarnya tidak ada waktu yang pasti. Moms sebaiknya mengecek kembali kondisi dan tanggal kadaluwarsa obat.
Bagaimana cara penyimpanan yang baik untuk obat sirup sisa?
1. Tutup botol obat dengan rapat, cuci dengan air hangat untuk menghilangkan sisa obat di luar botol.
2. Letakkan di tempat yang tertera dalam kemasan obat. Jika diminta di dalam lemari pendingin, sebaiknya tidak di freezer, tempatkan pada wadah terpisah yang tertutup agar tidak terkontaminasi dari sayuran atau bahan lainnya yang ada dalam lemari pendingin.
3. Simpan dalam suhu ruangan yang terjaga (26 - 27 derajat Celsius) dan hindarkan dari sinar matahari langsung.
Bolehkah bayi diberikan obat milik bayi lain?
Boleh saja, terbatas obat untuk pertolongan pertama, misalnya penurun panas, asalkan usia atau berat badan antara bayi satu dengan lainnya tidak jauh berbeda.
Mana lebih baik, obat penurun panas golongan paracetamol atau ibuprofen?
Dua-duanya sama saja, namun kadang ada yang merasa lebih cocok menggunakan paracetamol dibandingkan ibuprofen atau sebaliknya.
Tapi biasanya untuk anak yang memiliki riwayat kejang atau panas yang sulit turun, dokter mungkin mengombinasikan 2 jenis obat penurun panas yang diberikan secara selang-seling.
Kapan boleh diberikan obat penurun panas ulang setelah pemberian yang pertama?
Pemberian diulang 4 - 6 jam setelah pemberian obat sebelumnya. Jika panas sulit turun, Moms dapat memberikan bayi minum lebih banyak dan mengompres badannya dengan air hangat atau biasa.
Mana lebih baik, obat penurun panas lewat mulut atau anus?
Sama saja, namun obat yang diberikan melalui anus bereaksi lebih cepat. Tetapi pemberiannya disesuaikan juga dengan keluhan si kecil. Jika bayi muntah, obat akan diberikan melalui anus. Namun jika bayi menderita diare, akan lebih efektif jika obat diberikan lewat mulut.
Bolehkah menghentikan pemberian antibiotik sebelum waktunya?
Tidak boleh karena dapat menimbulkan resistensi/kebalnya kuman terhadap obat. Moms juga tidak boleh mengganti aturan minumnya, misal: 4x1 menjadi 3x1 karena tiap antibiotik memiliki masa kerjanya sendiri. Seandainya si kecil terlewat 1x waktu minum antibiotik, Moms tetap memberikannya sesuai petunjuk pemakaian dengan selang waktu lebih singkat, misalnya: seharusnya bayi minum obat pukul 9 tapi dipercepat menjadi pukul 6.
Benarkah pemberian antibiotik pada bayi dapat mengakibatkan gigi kuning saat anak besar?
Saat Moms masih kecil, ada jenis antibiotik Tetracycline. Nah, jenis ini dapat menyebabkan gigi kuning saat si kecil besar. Namun jangan khawatir karena sekarang sudah jarang digunakan.
Apakah obat paten lebih baik daripada obat generik?
Secara kualitas sama, hanya saja ada beberapa jenis obat yang belum tersedia generiknya sehingga dokter meresepkan obat paten.
Mungkinkah terjadi reaksi alergi pada bayi saat pemberian obat? Jika ya, bagaimana ciri-cirinya?
Reaksi alergi karena pemberian obat sangat mungkin terjadi. Ciri-ciri yang timbul bergantung pada sistem apa yang terkena, misalnya:
1. Pencernaan, ditandai bayi mengalami mual, muntah sampai diare.
2. Pernapasan, ditandai dengan suara grok-grok akibat produksi lendir yang berlebih. Bahkan bisa sampai terjadi sesak napas.
3. Kulit, timbul bercak-bercak merah, gatal sampai melepuh.
Reaksi alergi ini dapat timbul langsung sehabis obat diberikan atau bahkan beberapa hari setelahnya. Jadi, Moms disarankan untuk menyimpan copy resep obat si kecil guna mencari tahu obat mana yang menimbulkan reaksi alergi.
Apa tindakan orangtua jika bayinya mengalami reaksi alergi obat?
Bergantung keluhan yang timbul, jika:
1. Ringan, sebatas gatal dan merah-merah, Moms cukup menghentikan pemberian obatnya dan beri obat topikal pada daerah yang terkena.
2. Berat, seperti muntah-muntah, diare sampai sesak, segera hentikan pemberian obat dan bawa ke pusat kesehatan terdekat.
Bolehkah menaikkan/menurunkan dosis obat secara mandiri oleh orangtua?
Sebaiknya konsultasikan dengan dokter, jangan menurunkan/menaikkan dosis secara mandiri. Jika overdosis, dapat mengakibatkan gangguan hati dan ginjal pada jangka panjang. Namun, jika dosisnya kurang, maka obat tidak dapat bekerja secara optimal.
Bagaimana jika bayi memuntahkan obat?
Jika obat yang diberikan langsung dimuntahkan, Moms bisa memberikan lagi dengan dosis yang sama. Namun jika si kecil muntah setelah 30 menit, Moms tidak perlu mengulangi, karena usus akan menyerap sebagian besar obat pada waktu 30 - 45 menit setelah pemberian.
Bolehkah mencampur obat, misalnya obat sirup dicampur puyer?
Boleh, tetapi Moms harus memerhatikan waktu pemberiannya. Jangan menggabungkan obat yang seharusnya diminum sebelum makan dengan obat setelah makan.
Manakah yang lebih baik, obat sirup atau puyer?
Sama saja, namun jika obat yang diresepkan jumlahnya banyak, maka demi kepraktisan biasanya dokter meresepkan obat racikan agar si kecil tidak perlu meminum banyak obat.
Bolehkah memberikan obat pada bayi dengan dicampur madu?
Sebaiknya tidak, karena dikhawatirkan madu yang beredar belum tentu baik, kadar gula yang tinggi juga bisa menyebabkan batuk. Jika terpaksa harus memberikan puyer yang pahit, Moms bisa meminta tambahan penetralisir rasa di apotek.
Bolehkah bayi langsung meminum susu setelah minum obat?
Bergantung jenis obatnya. Ada yang bisa namun ada juga yang menunggu 30 menit setelah pemberian obat, karena ada beberapa obat tertentu yang larut dalam susu.
Tip mudah memberikan obat pada bayi?
1. Ciptakan suasana yang santai, jika si kecil suka mendengar musik maka mainkan musik. Alihkan perhatian agar ia tidak tahu akan diberi obat.
2. Hindari penggunaan suara keras saat memberikan obat. Gunakan nada lembut dan Moms dalam kondisi rileks.
3. Posisikan bayi dengan kepala lebih tinggi agar obat tidak masuk ke paru-paru.
4. Letakkan ujung pipet obat di bibir bawah si kecil, biarkan obat mengalir ke dalam mulut.
No comments:
Post a Comment