Kalau kita bandingkann dengan jepang, angka bunuh diri di tanah air termasuk kecil. Berdasarkan data dari kepolisian jepang, angka bunuh diri di jepang, terbilang sangat mencengankan, sekitar 32.552 orang untuk tahun 2005 ! Tidak terlalu jauh dengan tahun tahun sebelumnya, masih di kisaran angka 30 ribuan.. Angka yang cukup tinggi bukan ? Tentu saja Jepang selain terkenal dengan teknologinya, juga terkenal dengan angka bunuh dirinya.
Yang membedakannya dengan Indonesia mungkin kasusnya yang tidak pernah diekspose di media massa. Koran dan televisi seakan besih dari berita bunuh diri, namun kalau pelakunya adalah pejabat, orang terkenal, artis, anak sekolah atau dilakukan secara kelompok dalam jumlah banyak adalah perkecualian. Mungkin karena orang jepang menganggap bunuh diri bukan berita yang bagus atau kejadiannya yang kelewat banyak, kalau diberitakan semua bisa bisa berita lain menjadi kekurangan tempat, atau mungkin juga ada alasan lainnya. Yang jelas bunuh diri mempunyai sejarah yang amat panjang di jepang. Malu, kehilangan harga diri, gagal dalam tugas, umum diakhiri dengan bunuh diri. Bunuh diri karena miskin juga bukanlah hal yang aneh namun yang unik bunuh diri karena mungkin cinta termasuk jarang. Mungkin karena orang jepang tidak punya cinta ? Tentu saja ini adalah pertanyaan bodoh yang tidak perlu dijawab.
Melompat dari gedung tinggi, menabrakkan diri dengan kereta yang sedang melaju, menutup semua pintu mobil dan menghubungkan saluran kenalpot kedalamnya adalah pilihan favorit bagi pelaku, ebanyakan pelakunaya adalah pelakunya adalah pria (72%) dan setengahnya adalah pengangguran. Bunuh diri pada usia remaja dan anak anak usai sekolah, bisa dibilang jarang terjadi, walaupun bukan berarti tidak ada. Penyebabnya kebanyakan kerena stress dengan pelajaran di sekolah, kesepian dll.
Menabrakkan diri ke kereta yang sedang melaju kencang adalah cara bunuh diri yang membuat banyak orang susah. Bayangkan, selama beberapa jam tempat itu akan disteril, ratusan ribu penumpang harus dialihkan ke jalur lain, membuat kereta yang sudah sesak menjadi bertambah sesak. Keluarga si empunya bunuh diri juga susah, karena harus membayar denda keterlambatan kereta dan biaya bersih besih lokasi kecelakaan dll. Ini namanya, cara bunuh diri yang membuat orang lain susah. Walaupun begitu, setiap tahun ada saja yang melakukannya.
Kenapa orang Jepang senang bunuh diri ?
Senang ? Siapa yang senang, justru bunuh diri dilakukan karena perasaan tidak senang, tidak enak, tertekan, malu dan hal lain yang tentu saja tidak menyenangkan (sok tahu ! mode : on). Seperti yang saya sebutkan diatas, mungkin karena sudah budaya mereka. Mereka punya semboyan yang sangat keras, menang atau kalah, dan kekalahan sering harus berakhir dengan kematian. Ketika jepang memutuskan untuk menyerah kepada Amerika, banyak tentara yang memilih mati. Bunuh diri juga merupakan ungkapan dari rasa bersalah karena gagal dalam tugas atau ungkapan perasaan malu, seperti yang dilakukan oleh The Deputy Mayor of Kobe yang bunuh diri karena merasa tidak mampu menjalankan tugas pemulihan kota Kobe pasca gempa bumi hebat tahun 1995.
Kemudian ada juga pejabat yang segera mengambil jalan pintas ketika korupsinya terbongkar seperti kasus yang dilakukan oleh Menteri Pertanian Jepang baru baru ini yang kemudian disusul oleh kepala mantan Green Resource Agency, untuk kasus yang sama. Malah sering terjadi ketika sang anak menjadi sorotan karena melakukan suatu kejahatan, malah orang tuanya yang bunuh diri.
Seorang bapak yang melakukan bunuh diri karena kehilangan pekerjaan contohnya, keluaga yang ditingalkan tetap akan mendapatkan asuransi yang jumlahnya menurut saya sangat besar dan dijamin keluarga yang ditinggalkan tidak akan terlantar. Hal inilah mungkin yang mendorong cukup banyak keluarga yang kehilangan kepala keluarganya di negara ini. Dari pada hidup tidak berguna dan tidak menghasilkan, lebih baik mati. Mungkin begitulah kita kira terjemahannya.
Apapun alasannya, tetap tidak bisa dibenarkan. Kenapa harus bunuh diri, Bukankah masih ada jalan lain ?
Tentu saja ada, masih ada jalan lain, seperti misalnya golongan yakuza, mafianya jepang yang sama sekali tidak mengenal budaya bunuh diri. Rasa malu dan penyesalan cukup ditunjukkan dengan cara potong jari tangan doang.
No comments:
Post a Comment